Jakarta -Harga minyak goreng masih terpantau naik dalam beberapa hari terakhir. Kenaikan harga terjadi pada minyak goreng kemasan bermerek maupun minyak goreng curah. Terpantau di harga pangan,
sejak 1 November hingga 5 November harga minyak goreng kemasan bermerek 1 konsisten naik, yakni dengan pergerakan Rp 17.750, Rp 17.850, Rp 17.850, Rp 18.000, Rp 18.050 per kg.
Minyak goreng kemasan bermerek 2 juga mengalami kenaikan pada 1-5 November, secara berurutan naik Rp 17.250, Rp 17.300, Rp 17.400, Rp 17.550, Rp 17.600 per kg.
Harga minyak goreng curah pun demikian, naik dari 1 hingga 5 November dengan pergerakan harga Rp 16.750 , Rp 16.800, Rp 16.950, Rp 17.000, Rp 17.000 per kg. Berdasarkan pantauan Kemendag, harga minyak goreng rata-rata nasional saat ini untuk minyak goreng curah Rp 16.100/liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 16.200/liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 17.800/liter.
Berdasarkan pantauan Kemendag, harga minyak goreng rata-rata nasional saat ini untuk minyak goreng curah Rp 16.100/liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 16.200/liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 17.800/liter.
Oke menjelaskan harga minyak goreng naik lebih dikarenakan harga internasional yang naik cukup tajam. Sebab, pasokan minyak goreng di masyarakat saat ini aman. Kebutuhan minyak goreng nasional sebesar 5,06 juta ton per tahun, sedangkan produksinya bisa mencapai 8,02 juta ton.
Lanjutnya, meskipun Indonesia adalah produsen crude palm oil (CPO) terbesar, kondisi di lapangan menunjukkan sebagian besar produsen minyak goreng tidak terintegrasi dengan produsen CPO. Dengan entitas bisnis yang berbeda, para produsen minyak goreng dalam negeri harus membeli CPO sesuai dengan harga pasar lelang dalam negeri, yaitu harga lelang KPBN Dumai yang juga terkorelasi dengan harga pasar internasional. "Akibatnya, apabila terjadi kenaikan harga CPO internasional, maka harga CPO di dalam negeri juga turut menyesuaikan harga internasional," jelas Oke.
Selain itu, kenaikan harga minyak goreng turut dipicu turunnya panen sawit pada semester ke-2 di dalam negeri. Alhasil, suplai CPO menjadi terbatas dan menyebabkan gangguan pada rantai distribusi (supply chain) industri minyak goreng, serta adanya kenaikan permintaan CPO untuk pemenuhan industri biodiesel seiring dengan penerapan kebijakan B30.
"Tren kenaikan harga CPO sudah terjadi sejak Mei 2020. Hal ini juga disebabkan turunnya pasokan minyak sawit dunia seiring dengan turunnya produksi sawit Malaysia sebagai salah satu penghasil terbesar. Selain itu, juga rendahnya stok minyak nabati lainnya, seperti adanya krisis energi di Uni Eropa, China, dan India yang menyebabkan negara-negara tersebut melakukan peralihan ke minyak nabati. Faktor lainnya, yaitu gangguan logistik selama pandemi COVID-19, seperti berkurangnya jumlah kontainer dan kapal," tambah Oke.